Monday, May 7, 2012

PEMBEBANAN CUKAI DAN PPN PADA INDUSTRI ROKOK

lintasberita
Dalam melakukan analisa untuk sektor rokok, ada satu hal mendasar yang kadang-kadang terlupakan atau bisa juga walaupun tetap teringat namun diabaikan juga, yaitu adanya perbedaan metode pembukuan untuk beban cukai dan PPN atas penyerahan produk hasil tembakau di kalangan pabrikan rokok. Perbedaan tersebut, jika diabaikan, akan menyebabkan bias perhitungan yang kurang tepat, baik dalam melakukan analisa industri secara keseluruhan maupun komparasi antar pabrikan rokok. Contoh dari analisa industri secara keseluruhan adalah
penghitungan berapa prosentase rata-rata di bawah HJE (Harga Jual Eceran) harga penyerahan dari pabrik rokok ke distributornya, penghitungan berapa besar tarif pemotongan PPh Pasal 22 atas Penghasilan Distributor Rokok yang seharusnya dikenakan, penghitungan tarif PPN efektif atas penyerahan produk-produk hasil tembakau yang seharusnya dikenakan, dan sebagainya. Contoh analisa komparasi antar pabrikan rokok misalnya komparasi suatu perusahaan dengan pesaingnya yang punya skala produksi atau pangsa pasar yang sebanding, komparasi rasio untuk penghitungan benchmark, dan sebagainya.

Berikut adalah simulasi sederhana dari laporan rugi laba perusahaan rokok :


Dari diagram di atas nampak adanya kecenderungan yang akan terjadi jika suatu pabrikan rokok mengikuti salah satu metode di atas. Misalnya pada pembukuan dengan versi A, pabrikan yang mengikuti metode ini akan cenderung memiliki rasio Gross Profit Margin yang rendah. Jadi dalam kondisi yang sama, pembandingan rasio-rasio yang terkait (misalnya growth dari penjualan, gross profit margin, dan operating income) secara head-to-head tanpa terlebih dahulu melakukan adjustment atas perbedaan metode pembukuan yang ada (misalnya antara Gudang Garam dengan Philip Morris) akan menjadi bias dan hasilnya pun tidak tepat.


Artikel Terkait:

No comments:

Post a Comment