Laporan keuangan setidaknya menyajikan dua hal, yaitu Neraca dan Laporan
 Laba Rugi. Dua hal itulah yang wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak di 
Surat Pemberitahuan PPh Badan / OP. Neraca menyajikan harta, kewajiban 
dan ekuitas per tanggal tertentu. Sedangkan Laporan Laba Rugi menyajikan
 hasil kegiatan usaha Wajib Pajak selama satu periode tertentu. 
Kebanyakan Wajib Pajak selalu “menyesuaikan” antara periode akuntansinya
 dengan tahun kelender atau tahun pajak. Hal inilah yang menjadi patokan
 fiskus untuk mensinkronkan antara laporan keuangan dengan Surat 
Pemberitahuan PPh Badan. Karena periode laporan keuangan sama dengan 
periode tahun pajak, maka angka-angka yang dilaporkan di Surat 
Pemberitahuan PPh Badan harus sama dengan laporan keuangan!
Perlu diingatkan kembali bahwa fungsi SPT Tahunan hanya sebagai media pelaporan perpajaka. Tidak digunakan untuk menilai kewajaran penyajian angka dalam laporan keuangan.Termasuk juga mengenai pemeriksaan. Pemeriksaan pajak berbeda dengan pemeriksaan akuntan publik. Kalau pemeriksaan pajak bertujuan untuk menilai kebenaran pembayaran pajak sedangkan pemeriksaan akuntan publik bertujuan untuk menilai kewajaran penyampaian laporan keuangan. 
Walaupun pada hakikatnya semua pajak berasal dari penghasilan tetapi Pajak Penghasilan atau Income Tax
 memiliki kekhasan tersendiri karena cara penghitungannya sangat dekat 
dengan disiplin ilmu akuntansi. Di negara kita, standar akuntansi 
ditentukan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dan standar tersebut 
diakui sebagai praktek akuntansi yang paling adil dan lazim digunakan 
didunia bisnis. Selain diakui oleh institusi pengawas pasar modal 
(Bapepam), Standar Akuntansi Keuangan Indonesia juga diakui oleh 
administrator pajak (Direktorat Jenderal Pajak). Artinya, laporan 
keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik sangat berarti 
bagi SPT Tahunan PPh Badan.
Tetapi adakalanya penghasilan di laporan keuangan berbeda dengan SPT Tahunan PPh Badan. Tidak semua standar akuntansi dapat diterapkan untuk kepentingan pajak penghasilan. Sebagai contoh, penghitungan persediaan barang dagangan, peraturan perpajakan di Indonesia yang berlaku sekarang hanya membolehkan metode FIFO (first in first out) dan metode rata-rata (average). Jika Wajib Pajak menggunakan metode persesedian LIFO (last in first out) maka nilai persediaan Wajib Pajak harus dikoreksi. Akan ada perbedaan pengakuan antara fiskal dan komersi`l.
Tetapi adakalanya penghasilan di laporan keuangan berbeda dengan SPT Tahunan PPh Badan. Tidak semua standar akuntansi dapat diterapkan untuk kepentingan pajak penghasilan. Sebagai contoh, penghitungan persediaan barang dagangan, peraturan perpajakan di Indonesia yang berlaku sekarang hanya membolehkan metode FIFO (first in first out) dan metode rata-rata (average). Jika Wajib Pajak menggunakan metode persesedian LIFO (last in first out) maka nilai persediaan Wajib Pajak harus dikoreksi. Akan ada perbedaan pengakuan antara fiskal dan komersi`l.
Wajib Pajak seharusnya membuat equalisasi antara pos-pos di laporan keuangan komersial dan angka-angka di SPT Tahunan PPh Badan. Setiap perpedaan angka antara laporan keuangan dengan SPT Tahunan PPh Badan, Wajib Pajak wajib kudu mempersiapkan alasan-alasan yang rasional dan berdasar. Berdasar maksudnya, bahwa perbedaan tersebut dikarenakan peraturan perpajakan yang berlaku, baik undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri keuangan maupun keputusan direktur jenderal pajak.
Mulainya harus dari angka-angka komersial, kemudian dikoreksi, baru angka-angka yang disajikan di SPT. Cara membuat equalisasi SPT Tahunan PPh Badan sebenarnya mirip dengan membuat Neraca Lajur. Jadi ada kolom untuk nama-nama perkiraan, kolom rupiah menurut laporan keuangan komersian, kolom koreksi fiskal dan kolom rupiah menurut fiskal. Angka-angka yang ada di kolom menurut fiskal adalah angka-angka yang disajikan di SPT Tahunan PPh Badan. Ditambah lagi catatan dibawahnya, peraturan mana yang menjadi dasar koreksi.
Keuntungan membuat equalisasi seperti diatas adalah kemudahan bagi Wajib Pajak dan pemeriksa pajak. Mungkin beberapa tahun kemudian setelah SPT Tahunan PPh Badan disampaikan ke kantor pelayanan pajak, baru nongol petugas pajak yang akan memeriksa SPT Tahunan PPh Badan anda. Karena rentang waktu yang lama, kita sering lupa apa yang telah kita kerjakan. Kita lupa, kenapa angka di SPT Tahunan PPh Badan berbeda dengan laporang keuangan. Jika kita telah membuat equalisasi, maka kita tidak akan lupa dan perbedaan-perbedaan tersebut akan mudah dijelaskan kepada pemeriksa pajak. Wajib Pajak dapat menjelaskan perbedaan angka-angka tersebut disertai dengan dasar hukum yang jelas. Sikap seperti ini tentu akan memberikan kesan kepada pemeriksa pajak bahwa Wajib Pajak tersebut sudah taat aturan pajak. Ini kredit poin untuk Wajib Pajak.

No comments:
Post a Comment